Pages

Minggu, 01 Januari 2012

komposisi pentas

Lakon yang dimainkan sebenarnya merupakan suatu rentetan gambar yang berarti dan menceritakan kisah, punya bentuk yang terwujud dalam batas kerangka proscenium. Salah satu tujuan gerak (movement) adalah meluluhkan (dissolve) suatu gambar untuk kemudian membentuk kembali (reform) gambar berikutnya.
Gambar – luluh dan membentuk – gambar – luluh dan membentuk
Gambar-gambar itu disebut komposisi. Proses luluh dan membentuk adalah gerak.
Komposisi – gerak – komposisi – gerak – komposisi dan seterusnya.
A.    Pengertain Komposisi Pentas
Komposisi pentas adalah penyusunan  yang berarti dan artistik atas bahan-bahan perlengkapan pada pentas. Aktor adalah bahan yang bergerak, dekorasi dan lain-lain peralatan pentas adalah bahan-bahan statis tidak bergerak. Komposisi pentas hendaklah direncanakan, dilatih, dan  dicoba. Dalam pertunjukan hampir tak ada waktu untuk melakukan pembetulan, maka keliru sedikit sudah menjadi suatu kegagalan.
Sesuai dengan kasus dari setting pentas, hakikat usaha itu adalah proses penyusunan tokoh-tokoh manusia sedemikian rupa sehingga garis kelompok yang tersusun menciptakan gambaran artistik yang berarti.
Dengan lain perkataan, usaha ini adalah perbaikan  dari lukisan kemanusiaan.Dalam membuat komposisi lukisan yang berarti dan artistik hendaklah diperhitungkan pula ”pola motif” yang ada dalam adegan serta batas-batas teknik teater konvensional.


B.     Aspek-aspek Komposisi
1. Aspek motif komposisi
a.       Komposisi harus nampak wajar
Sutradara menciptakan ilusi kenyataan. Jika problemanya: “Bagaimana cara menyusun tokoh hidup dalam pentas?” Jawabnya adalah:”Aturlah mereka sesuai dengan perasaan Anda, yaitu mengatur mereka seperti keadaan mereka dalam kehidupan biasa, yang wajar!” Tiap susunan harus memberi kesan dari apa yang digambarkan.
Komposisi orang yang berada di ruang duduk berlainan dengan sikapnya di dalam taman (situasi fisik). Sikap orang yang sedang berpikir berbeda dengan sikapnya di waktu istirahat (basic drives). Orang-orang yang sedang berkawan tidak sama sikapnya dengan mereka yang sedang bermusushan (social interaction). Tindakan orang tua bertentangan dengan anak muda (character complex). Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa keserasian komposisi bergantung pada motivational characteristics. Kemudian, setelah pengaturan yang wajar ditentukan, sutradara mengarahkan bahan-bahannya dengan tepat, sesuai dengan batas-batas teknik teater.
b.  Komposisi hendaklah menceritakan suatu kisah
Foto dan gambar yang hidup tidak memerlukan suatu penjelasan. Bahan-bahan itu berkisah dengan sendirinya. Demikianlah pula hendaknya dengan suatu komposisi pentas. Seni teater adalah seni pertunjukan yang menyampaikan suatu cerita kepada penontonnya. Nilai kemampuannya bercerita sangat bergantung pada kreativitas sutradara dan aktor.

Apabila tirai diangkat, penonton hendaklah sudah bisa menangkap seketika itu, keadaan apa, di mana tempatnya, dan sebagainya. Seorang raja yang sedang memberikan titah, nyonya rumah yang mengantarkan hidangan, dan lain-lain adalah kisah yang wajar.
c.       Komposisi hendaklah menggambarkan suatu emosi
Emosi ditimbulkan oleh ketegangan fisik. Janganlah penonton dihadapkan pada suatu kesukaran tafsir karena emosi para tokoh-tokohnya tidak jelas mengekspresikan ide suasana hati manusiawi. Adegan emosional hendaklah bisa dirasakan oleh penonton yang akan menjadi aktif berpartisipasi secara dramatik dengan lakon.
d.      Komposisi hendaklah memberikan indikasi hubungan tokoh perwatakan yang satu dengan yang lainnya.
 Pada suatu kelompok manusia pada lakon, tentu timbul tokoh protagonis yang memberikan dominasi atas lain-lain perwatakan. Misalnya tokoh pemimpin, agresor, seorang tua, atau  wanita. Pada pengarahan permaianan hendaklah dijelaskan peranan antagonis selaku penentang ide utamanya secara dramatik sehingga momen-momen konflik menjadi jelas bagi penonton. Konflik ini adalah kesimpulan dari hubungan tokoh secara timbal balik.
1.      Aspek Teknis Komposisi
     Dalam usaha mencapai aspek ini sutradara hendaklah memperhatikan pedoman-pedoman sebagai berikut:
a.       Sesuaikan komposisi dengan situasi “daerah permainan” (playing area).
b.      Ciptakan tata letak bahan-bahannya untuk memperloleh gambar yang indah.
c.       usahakan cara pengaturan yang menguasai perhatian penonton (control of attention).
3Daerah permainan (playing area)
Sehubungan dengan keadaan daerah permainan tempat orang memainkan lakon, kita menemukan ide dan prinsip sebagai berikut:
a.                                                                                                   Prinsip garis pandangan mata (the sightline principle)
1) Kemampuan manusia melihat secara horizontal tanpa menggerakkan mata ke kiri atau ke kanan adalah selebar 40 derajat.
2) Kemampuan manusia melihat secara horizontal ke arah garis tengah objek pada pentas, bagian atas garis khayal tirai (curtain line), dan mudahnya memandang hubungan-hubungan objek yang satu dengan yang lain pada pentas dan latar belakangnya adalah selebar 60 derajat.
b.      Prinsip-prinsip  khayal (the article wall principle)
1)   Prinsip tiga dinding:
Pengaturan benda-benda pada pentas proscenium berada di suatu ruangan yang sebenarnya berdinding 4. Dinding 1, 2, 3, dipertahankan dan bisa terlihat. Dinding ke-4 sebenarnya berada di tempat garis khayal tirai (curtain line); dinding ke-4 ini ditiadakan.
2)   Prinsip dua dinding
Selain konsep tersebut di atas, seorang perencana pentas bisa juga hanya menggunakan dua dinding saja yang bisa terlihat, yaitu dinding 1 dan 2, sedangkan dinding ke-3 yang sebenarnya berada di tempat garis khayal tirai; dinding ke-3 ini ditiadakan.


c.   Prinsip gambar berbingkai (the framed picture principle)
   Apa yang sebenarnya dilihat penonton ketika menyaksikan pementasan teater proscenium adalah sebuah gambar berbingkai.
Ilusi gambar berbingkai ini  dirusak apabila aktor dalam permainannya:
1)   menerjang garis batas permainan.
2)  dengan tak sadar mengarahkan pandangan matanya ke tempat penonton.
4.      Aspek piktorial Komposisi
Perbedaan teknis pelaksanaan antara seorang pelukis dan sutradara teater ialah bahwa seoarng pelukis menciptakan karyanya dalam suatu bentuk dua dimensional. Lukisan terwujud dalam bentuk impresi perspektif, sedangkan seni teater berbentuk real perspektif (perspektif yang nyata). Meskipun kedua jenis karya seni itu berbeda perwujudannya, kedua-duanya bisa berpedoman pada satu ide pengaturan yang sama, yaitu yang disebut aspek piktorial. Aspek-aspek ini adalah:
a.  Unity (kesatuan)
Tiap komposisi hendaknya tampak sebagai satu unit (kesatuan) yang integral. Kesatuan ini banyak bergantung pada tujuannya yang tunggal dalam penggambaran serta berhasilnya penggunaan sarana, cara mengatur dan peningkatan ide. Kesatuan ini bisa terwujud oleh garis, warna, pakaian, sikap, dan lain-lain anasir pentas. Tidak ada suatu komposisi bisa kelihatan kesatuannya jika tidak dibuktikan dengan nyata dan logis sehingga akan membantu arti motif gambar. Sutradara hendaklah mengatur perwatakan sehingga masing-masing watak mempunyai hubungan dengan seluruh gambar. Unity adalah nilai terakhir yang dicita-citakan sutradara teater.


b.  Contras (Kontras)
Kontras adalah hidup sebuah seni. Monoton adalah tabu. Kita tak mungkin melihat terlalu lama ke arah hidung seseorang tanpa melihat juga mulutnya dan matanya, kemudian lain-lain bagian tubuhnya, demikianlah selanjutnya. Bagian-bagian itu berbeda satu dengan lainnya, merupakan bentuk-bentuk yang kontras, tetapi secara keseluruhan ketidaksamaan itu menjadi menarik.
c.  Variety (variasi)
Prinsip ini bersumber pada peraturan seni teater kuno yang berpendapat bahwa kita harus menghindari garis-garis yang lurus, ruang-ruang yang serupa, pendeknya segala bentuk yang menggambarkan itu-itu saja. Dilihat dari segi psikologi dan estetik, variety adalah suatu cara pengaturan untuk membuat kesan yang kuat pada penonton.
d.  Koherensi (saling bergantung)
Koherensi adalah faktor penting untuk mencapai unity. Koherensi berarti stick together, saling bergantung, saling terikat. Komposisi hendaklah tetap berada bersama. Pada setiap situasi bagian-bagian yang saling berhubungan harus cermat susunannya sehingga terdapat korelasi (hubungan timbal- balik) dengan semua bagian. Koherensi bisa tercapai lewat cara mengadakan transisi (perpindahan).
e.  Balans (keseimbangan)
Balans adalah pengaturan benda-benda bergerak/ tidak bergerak, dinamis/ statis, pada pentas, yaitu di tempat benda-benda itu harus saling mengimbangi.
1)      Physical balance (keseimbangan jasmaniah)
adalah keseimbangan dalam cara membagi masa jasmaniah pada pentas. Peralatan, aktor, yang ditempatkan terlalu banyak di satu sisi pentas akan mengakibatkan tidak adanya keseimbangan pemandangan.
2)  Psychology balance (keseimbangan rohaniah)
Kesan tidak adanya keseimbangan ini tidak didasarkan kesan pemandangan, tetapi rasa kerohanian, misalnya memberikan jenis warnanya, tata sinar yang terlalu terang di satu sisi pentas, bunyi yang timbul dari satu jurusan saja.
f.  Emphasis (titik berat)
                  Titik berat adalah sebuah prinsip yang berpendapat bahwa kelompok yang baik dalam lukisan adalan mempunyai pusat yang harus diperhatikan. Perhatian ini hanya terletak pada satu titik pusat saja. Kita harus menentukan dalam rencana, daerah manakah yang penting, kemudian menitikberatkannya dalam kelompok. Cara ini akan membawa penonton ke suatu control of attention.
                  Control of attention  adalah proses memfokuskan terhadap suatu daerah pentas untuk dijadikan perhatian. Gambar yang baik komposisinya memiliki titik fokus ini yang lazim disebut center of interest. Faktor-faktor yang dipergunakan untuk memperoleh center of interest dalam komposisi pentas antara lain adalah:
1)      Faktor jasmani: ruang, sikap, lukisan, postur, lapisan (level), framing, garis-garis dekorasi
2)      Faktor rokhani: warna, sinar, bunyi.