Lakon yang dimainkan
sebenarnya merupakan suatu rentetan gambar yang berarti dan menceritakan kisah,
punya bentuk yang terwujud dalam batas kerangka proscenium. Salah satu
tujuan gerak (movement) adalah meluluhkan (dissolve) suatu gambar
untuk kemudian membentuk kembali (reform) gambar berikutnya.
Gambar – luluh dan
membentuk – gambar – luluh dan membentuk
Gambar-gambar itu disebut komposisi.
Proses luluh dan membentuk adalah gerak.
Komposisi – gerak –
komposisi – gerak – komposisi dan seterusnya.
A.
Pengertain Komposisi
Pentas
Komposisi
pentas adalah penyusunan yang berarti
dan artistik atas bahan-bahan perlengkapan pada pentas. Aktor adalah bahan yang
bergerak, dekorasi dan lain-lain peralatan pentas adalah bahan-bahan statis
tidak bergerak. Komposisi pentas hendaklah direncanakan, dilatih, dan dicoba. Dalam pertunjukan hampir tak ada
waktu untuk melakukan pembetulan, maka keliru sedikit sudah menjadi suatu
kegagalan.
Sesuai
dengan kasus dari setting pentas, hakikat usaha itu adalah proses
penyusunan tokoh-tokoh manusia sedemikian rupa sehingga garis kelompok yang
tersusun menciptakan gambaran artistik yang berarti.
Dengan
lain perkataan, usaha ini adalah perbaikan dari lukisan kemanusiaan.Dalam membuat
komposisi lukisan yang berarti dan artistik hendaklah diperhitungkan pula ”pola
motif” yang ada dalam adegan serta batas-batas teknik teater konvensional.
B.
Aspek-aspek Komposisi
1.
Aspek motif komposisi
a.
Komposisi harus nampak wajar
Sutradara
menciptakan ilusi kenyataan. Jika problemanya: “Bagaimana cara menyusun tokoh
hidup dalam pentas?” Jawabnya adalah:”Aturlah mereka sesuai dengan perasaan
Anda, yaitu mengatur mereka seperti keadaan mereka dalam kehidupan biasa, yang
wajar!” Tiap susunan harus memberi kesan dari apa yang digambarkan.
Komposisi
orang yang berada di ruang duduk berlainan dengan sikapnya di dalam taman
(situasi fisik). Sikap orang yang sedang berpikir berbeda dengan sikapnya di
waktu istirahat (basic drives). Orang-orang yang sedang berkawan tidak
sama sikapnya dengan mereka yang sedang bermusushan (social interaction).
Tindakan orang tua bertentangan dengan anak muda (character complex).
Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa keserasian komposisi bergantung pada motivational
characteristics. Kemudian, setelah pengaturan yang wajar ditentukan,
sutradara mengarahkan bahan-bahannya dengan tepat, sesuai dengan batas-batas
teknik teater.
b. Komposisi hendaklah
menceritakan suatu kisah
Foto dan
gambar yang hidup tidak memerlukan suatu penjelasan. Bahan-bahan itu berkisah
dengan sendirinya. Demikianlah pula hendaknya dengan suatu komposisi pentas.
Seni teater adalah seni pertunjukan yang menyampaikan suatu cerita kepada
penontonnya. Nilai kemampuannya bercerita sangat bergantung pada kreativitas
sutradara dan aktor.
Apabila
tirai diangkat, penonton hendaklah sudah bisa menangkap seketika itu, keadaan
apa, di mana tempatnya, dan sebagainya. Seorang raja yang sedang memberikan
titah, nyonya rumah yang mengantarkan hidangan, dan lain-lain adalah kisah yang
wajar.
c.
Komposisi hendaklah
menggambarkan suatu emosi
Emosi
ditimbulkan oleh ketegangan fisik. Janganlah penonton dihadapkan pada suatu
kesukaran tafsir karena emosi para tokoh-tokohnya tidak jelas mengekspresikan
ide suasana hati manusiawi. Adegan emosional hendaklah bisa dirasakan oleh
penonton yang akan menjadi aktif berpartisipasi secara dramatik dengan lakon.
d.
Komposisi hendaklah memberikan
indikasi hubungan tokoh perwatakan yang satu dengan yang lainnya.
Pada suatu kelompok manusia pada lakon, tentu
timbul tokoh protagonis yang memberikan dominasi atas lain-lain perwatakan.
Misalnya tokoh pemimpin, agresor, seorang tua, atau wanita. Pada pengarahan permaianan hendaklah
dijelaskan peranan antagonis selaku penentang ide utamanya secara dramatik
sehingga momen-momen konflik menjadi jelas bagi penonton. Konflik ini adalah
kesimpulan dari hubungan tokoh secara timbal balik.
1.
Aspek Teknis Komposisi
Dalam
usaha mencapai aspek ini sutradara hendaklah memperhatikan pedoman-pedoman
sebagai berikut:
a.
Sesuaikan komposisi dengan
situasi “daerah permainan” (playing area).
b.
Ciptakan tata letak
bahan-bahannya untuk memperloleh gambar yang indah.
c.
usahakan cara pengaturan yang
menguasai perhatian penonton (control of attention).
3. Daerah permainan (playing
area)
Sehubungan
dengan keadaan daerah permainan tempat orang memainkan lakon, kita menemukan
ide dan prinsip sebagai berikut:
a.
Prinsip garis pandangan mata (the
sightline principle)
1)
Kemampuan manusia melihat secara horizontal tanpa menggerakkan mata ke kiri
atau ke kanan adalah selebar 40 derajat.
2)
Kemampuan manusia melihat secara horizontal ke arah garis tengah objek pada
pentas, bagian atas garis khayal tirai (curtain line), dan mudahnya
memandang hubungan-hubungan objek yang satu dengan yang lain pada pentas dan
latar belakangnya adalah selebar 60 derajat.
b.
Prinsip-prinsip khayal (the article wall principle)
1) Prinsip tiga dinding:
Pengaturan benda-benda pada
pentas proscenium berada di suatu ruangan yang sebenarnya berdinding 4.
Dinding 1, 2, 3, dipertahankan dan bisa terlihat. Dinding ke-4 sebenarnya
berada di tempat garis khayal tirai (curtain line); dinding ke-4 ini
ditiadakan.
2) Prinsip dua dinding
Selain konsep tersebut di
atas, seorang perencana pentas bisa juga hanya menggunakan dua dinding saja
yang bisa terlihat, yaitu dinding 1 dan 2, sedangkan dinding ke-3 yang
sebenarnya berada di tempat garis khayal tirai; dinding ke-3 ini ditiadakan.
c. Prinsip gambar berbingkai (the framed
picture principle)
Apa yang sebenarnya dilihat penonton ketika
menyaksikan pementasan teater proscenium adalah sebuah gambar
berbingkai.
Ilusi gambar berbingkai
ini dirusak apabila aktor dalam
permainannya:
1) menerjang garis batas permainan.
2) dengan tak sadar mengarahkan pandangan
matanya ke tempat penonton.
4.
Aspek piktorial
Komposisi
Perbedaan
teknis pelaksanaan antara seorang pelukis dan sutradara teater ialah bahwa
seoarng pelukis menciptakan karyanya dalam suatu bentuk dua dimensional.
Lukisan terwujud dalam bentuk impresi perspektif, sedangkan seni teater
berbentuk real perspektif (perspektif yang nyata). Meskipun kedua jenis karya
seni itu berbeda perwujudannya, kedua-duanya bisa berpedoman pada satu ide
pengaturan yang sama, yaitu yang disebut aspek piktorial. Aspek-aspek ini
adalah:
a. Unity (kesatuan)
Tiap
komposisi hendaknya tampak sebagai satu unit (kesatuan) yang integral. Kesatuan
ini banyak bergantung pada tujuannya yang tunggal dalam penggambaran serta
berhasilnya penggunaan sarana, cara mengatur dan peningkatan ide. Kesatuan ini
bisa terwujud oleh garis, warna, pakaian, sikap, dan lain-lain anasir pentas.
Tidak ada suatu komposisi bisa kelihatan kesatuannya jika tidak dibuktikan
dengan nyata dan logis sehingga akan membantu arti motif gambar. Sutradara
hendaklah mengatur perwatakan sehingga masing-masing watak mempunyai hubungan
dengan seluruh gambar. Unity adalah nilai terakhir yang dicita-citakan
sutradara teater.
b. Contras (Kontras)
Kontras
adalah hidup sebuah seni. Monoton adalah tabu. Kita tak mungkin melihat terlalu
lama ke arah hidung seseorang tanpa melihat juga mulutnya dan matanya, kemudian
lain-lain bagian tubuhnya, demikianlah selanjutnya. Bagian-bagian itu berbeda
satu dengan lainnya, merupakan bentuk-bentuk yang kontras, tetapi secara
keseluruhan ketidaksamaan itu menjadi menarik.
c. Variety (variasi)
Prinsip
ini bersumber pada peraturan seni teater kuno yang berpendapat bahwa kita harus
menghindari garis-garis yang lurus, ruang-ruang yang serupa, pendeknya segala
bentuk yang menggambarkan itu-itu saja. Dilihat dari segi psikologi dan estetik,
variety adalah suatu cara pengaturan untuk membuat kesan yang kuat pada
penonton.
d. Koherensi (saling bergantung)
Koherensi adalah faktor penting untuk mencapai unity. Koherensi berarti stick
together, saling bergantung, saling terikat. Komposisi hendaklah tetap berada
bersama. Pada setiap situasi bagian-bagian yang saling berhubungan harus cermat
susunannya sehingga terdapat korelasi (hubungan timbal- balik) dengan semua
bagian. Koherensi bisa tercapai lewat cara mengadakan transisi (perpindahan).
e. Balans (keseimbangan)
Balans adalah pengaturan benda-benda bergerak/ tidak bergerak, dinamis/
statis, pada pentas, yaitu di tempat benda-benda itu harus saling mengimbangi.
1) Physical balance (keseimbangan
jasmaniah)
adalah keseimbangan dalam cara membagi masa
jasmaniah pada pentas. Peralatan, aktor, yang ditempatkan terlalu banyak di
satu sisi pentas akan mengakibatkan tidak adanya keseimbangan pemandangan.
2) Psychology balance (keseimbangan rohaniah)
Kesan tidak adanya keseimbangan ini tidak
didasarkan kesan pemandangan, tetapi rasa kerohanian, misalnya memberikan jenis
warnanya, tata sinar yang terlalu terang di satu sisi pentas, bunyi yang timbul
dari satu jurusan saja.
f. Emphasis (titik berat)
Titik berat adalah sebuah
prinsip yang berpendapat bahwa kelompok yang baik dalam lukisan adalan
mempunyai pusat yang harus diperhatikan. Perhatian ini hanya terletak pada satu
titik pusat saja. Kita harus menentukan dalam rencana, daerah manakah yang
penting, kemudian menitikberatkannya dalam kelompok. Cara ini akan membawa
penonton ke suatu control of attention.
Control of attention adalah proses memfokuskan terhadap suatu
daerah pentas untuk dijadikan perhatian. Gambar yang baik komposisinya memiliki
titik fokus ini yang lazim disebut center of interest. Faktor-faktor
yang dipergunakan untuk memperoleh center of interest dalam komposisi
pentas antara lain adalah:
1)
Faktor jasmani: ruang, sikap,
lukisan, postur, lapisan (level), framing, garis-garis dekorasi
2)
Faktor rokhani: warna, sinar,
bunyi.